Rocky Gerung Ingatkan Pemerintah: Jangan Paksakan Diri Serobot Yayasan Trisakti

Rocky Gerung Ingatkan Pemerintah: Jangan Paksakan Diri Serobot Yayasan Trisakti

Smallest Font
Largest Font

Borneo.news Jakarta -- Pengamat politik Rocky Gerung  ikut berkomentar atas kemelut berkepanjangan yang menimpa Universitas Trisakti. Ia malah tergelitik menyaksikan upaya paksa pemerintah merampok Yayasan Trisakti. Menurutnya tak ada urgensinya pemerintah ingin mengubah status PTS (perguruan tinggi swasta) menjadi PTN BH (perguruan tinggi negeri berbadan hukum). Apalagi, dilakukan secara semena-mena dan merekayasa hukum.

Menurut ahli filsafat Universitas Indonesia, upaya itu hanya akal-akalan pemerintah untuk menguasai aset Yayasan Trisakti yang jumlahnya diperkirakan sama dengan anggaran BUMN itu. “Buat apa diubah-ubah, kampus Trisakti sudah bagus. Itu hanya modus untuk menguasai aset yayasan saja,” paparnya kepada wartawan senior Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, 18 Juli 2024. 

Sejak zaman Orde Lama sampai hari ini, kata Rocky Universitas Trisakti menjadi perguruan tinggi swasta yang cukup bagus. Jika sudah bagus, mengapa pemerintah tertarik mengelolanya. Bukankah banyak kampus negeri yang lebih membutuhkan ditolong. “Pemerintah jangan paksakan diri  menguasai kampus Universitas Triskasi, apalagi dengan cara melanggar hukum,” pesannya.

Sesungguhnya, sengketa status kampus Universitas Trisakti sudah mendapatkan titik terang, pasca pihak PTUN mengabulkan gugatan Yayasan Trisakti terhadap SK Mendikbudristek No. 330/P/2022. Hanya saja pemerintah terkesan ogah-ogahan melaksanakan putusan PTUN yang sudah inchract tersebut. Pemerintah memilih mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Anehnya sudah setahun yang lalu gugatan kasasi di Mahkamah Agung, belum juga disidangkan hingga saat ini. Ada keyakinan di tingkat kasasi pun Mahkamah Agung akan menetapkan putusan PTUN dan menolak kasasi pemerintah. 

Hal ini disampaikan oleh Nugraha Bratakusumah, kuasa hukum Yayasan Trisakti kepada wartawan Senin (05/08/2024) di Menteng, Jakarta Pusat.

Dengan segala upaya, kata Nugraha, Kemendikbudristek ingin menjadikan Universitas Trisaksi sebagai perguruan tinggi negeri (PTN). Sementara, Yayasan Trisakti kukuh menolaknya. Upaya masif tersebut terbukti dengan adanya Keputusan Mendikbudristek (Kepmen) No 330/P/2022 tentang Susunan Keanggotaan Pembina Yayasan Trisakti pada 25 Agustus 2022.
Dalam aturan itu, Nadiem mengangkat 13 anggota dewan pembina Yayasan Trisakti yang baru. Dari belasan orang itu, sembilan di antaranya berasal dari unsur pemerintahan.

Mereka resmi menjadi anggota dewan pembina sejak 20 Februari 2023 setelah Kemenkumham mengeluarkan surat Perubahan Pemberitahuan Anggaran Dasar dan Data Yayasan Trisakti. Sebanyak 13 orang itu pun menggantikan anggota yayasan yang sebelumnya diketuai oleh Prof Dr Anak Agung Gede Agung.
Anak Agung dan pengurus lainnya menganggap perombakan struktur yayasan lewat Kepmen itu adalah bentuk dari upaya pengambilalihan Universitas Trisakti oleh Kemendikbudristek.

Anak Agung berpendapat tak seharusnya Kemendikbudristek ikut campur terlalu jauh urusan Universitas Trisakti. Sebab, Trisakti adalah kampus swasta (PTS), bukan negeri (PTN).
"Ini pertama kali unsur pemerintah untuk masuknya secara tidak sah ke dalam universitas," kata Agung pada Senin, (05/08/2024) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Penolakan itu semakin menggila setelah Anak Agung mengetahui surat penerimaan pergantian struktur dari Kemenkumham itu ditandatangani oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum Cahyo Rahadian Muzhar. Cahyo adalah salah satu dari anggota dewan pembina baru yang diangkat Nadiem.

Anak Agung mengaku mengajukan gugatan atas Kepmen 330/P/2022 itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 21 November 2021. Sebab, menurutnya, Kemendikbudristek telah melanggar UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
"Di mana, Trisakti sebagai perguruan tinggi swasta hanya dapat dikelola dan dibina oleh Yayasan Trisakti dan bukan oleh pemerintah, karena pemerintah hanya dapat mengelola dan membina PTN," jelas dia.

Gugatan Anak Agung dikabulkan oleh PTUN. Dengan dikabulkannya gugatan itu, Nadiem harus mencabut Kepmen yang telah dikeluarkan.
Namun, Kemendikbudristek justru mengeluarkan akta setelah Kemenkumham mengeluarkan surat Perubahan Pemberitahuan Anggaran Dasar dan data Yayasan Trisakti.
Anak Agung menjelaskan 13 orang yang diangkat Nadiem itu hingga saat ini masih menjabat sebagai anggota pembina yayasan, meski Kepmen sudah dibatalkan PTUN.

Selain Cahyo, delapan pejabat Kemenkumham lain yang diangkat menjadi anggota pembina di Trisakti adalah Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Widodo Ekatjahjana, dan Dirjen Pemasyarakatan Reynhard Silitonga.

Kemudian, dari Kemendikbudristek ada Direktur Kelembagaan Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Lukman, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Sri Gunani Partiwi, Kabiro Keuangan dan Barang Milik Negara Kemendikbudristek Faisal Syahrul.
Lalu, ada dari Kemenkeu ada Dirjen Kekayaan Negara Rionald Silaban, Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata dan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Andin Hadiyanto. "Ini jelas-jelas melanggar hukum," ujarnya.

Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Nizam menjelaskan alasan mengambil alih Universitas Trisakti. Dia menyebut Yayasan Trisakti awalnya didirikan oleh pemerintah untuk mengelola aset negara.

Salah satu asetnya yaitu lahan yang saat ini digunakan oleh Universitas Trisakti. Namun, setelah berpuluh tahun kemudian, terjadi berbagai dinamika yang menyebabkan seolah Yayasan Trisakti menjadi milik perorangan.

Nizam beralasan untuk melindungi mahasiswa dan aset negara, maka pemerintah mengembalikan tata kelola Trisakti sesuai anggaran dasar dan statuta asli.
"Yang secara legal masih berlaku," ujarnya.

Oleh sebab itu, Nizam mengatakan pemerintah melalui Mendikbudristek menetapkan keanggotaan pembina Yayasan Trisakti dengan unsur perwakilan pemerintah dan masyarakat.
"Tujuan utamanya untuk melindungi mahasiswa agar proses pendidikan serta kegiatan Tridharma perguruan tinggi lainnya dapat berjalan dengan baik, serta menjaga aset negara," tutur Nizam.

Perihal tuduhan pemerintah bahwa Universitas Trisakti menjadi milik perorangan, jelas  merupakan hoaks yang sangat nyata. Seharusnya pemerintah bisa memfilter dan mengklarifikasi isu-isu yang menyestakan. “Kami tidak ada niat menguasai Universitas Trisakti secara perorangan. Sejak tahun 1965 Universitas Trisaksi dikelola oleh badan hukum berbentuk Yayasan,” papar Nugraha.

Di samping itu, kata Nugraha jika memang pemerintah mau mengambil sebagian lahan yang ada di Grogol, dipersilahkan. 
“Persoalannya yang menjadi hasrat pemerintah adalah ingin menguasai seluruh aset Yayasan Trisakti yang tersebar di Indonesia. Di samping Universitas Trisakti Grogol, masih ada belasan kampus lain yang semuanya milik Yayasan Trisakti.  Dulu pemerintah hanya meminjamkan sebagian lahan di Grogol. Sangat tidak berdasar kalau pemerintah ingin menguasai semuanya, dengan cara melawan hukum pula,” jelasnya.

*Akta Universitas Trisakti Digugat*

Meski telah keluar putusan PTUN, sengketa antara Kemendikbudristek dengan Yayasan Trisakti Anak Agung, belum juga mencapai penyelesaian.
Agung dan pengurus lainnya kembali melayangkan gugatan. Kali ini mereka menggugat soal akta Yayasan Trisakti ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sejumlah nama dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi tergugat.
Gugatan dengan nomor perkara 774/Pdt.G/2023/PN JKT.SEL ini didaftarkan pada Senin (21/8/2024). "Menyatakan bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Menyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum Akta Nomor 03 Tahun 2023 tertanggal 10 Februari 2023 yang dibuat dan diterbitkan oleh tergugat I," demikian salah satu bunyi petitum penggugat.

Nugraha mengatakan gugatan ke PN Jakarta Selatan melahirkan NO (Niet Ontvantkelijke Verklaard). Pihaknya saat ini sedang melengkapi kekurangan formil yang dibutuhkan pihak pengadilan untuk mengajukan gugatan kembali ke PN Jakarta Selatan. (ant/ida).

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Admin Author