Dosen Paramadina Sebut Komunikasi Politik Bisa Menjadi Simbol Perlawanan
Borneo.news Jakarta - Memasuki kampanye Pilpres 2024 dalam acara konsolidasi relawan pendukung Ganjar-Mahfud MD, pada Senin (27/11). Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Umum PDI P Perjuangan, Megawati Soekarno Putri saat pidatonya beberapa hari yang lalu.
Dalam pidato tersebut, penyampaian pidato Megawati itu penuh emosional dengan mengatakan “Republik ini di bangun dengan penuh pengorbanan, kalian yang baru berkuasa ingin menjadi seperti “orde baru”. Megawati berpidato kurang lebih satu jam membakar semangat para relawan yang hadir dalam pidato tesebut megawati meminta para relawang untuk bekerja keras turun ke bawah memenangkan Ganjar - Mahfud di Pilpres 2024 dalam satu putaran.
Menangapi peryataan tersebut Dosen Komunikasi Politik Paramadina Erik Ardiyanto mengatakan bahwa peryataan Ibu Megawati bisa diartikan sebagai simbol perlawanan terhadap peristiwa di belakangan yang membuat resah publik seperti putusan MK terkait batas capres. Kata Erik, merebaknya isu netralitas ASN hingga intervensi pemilu oleh kekuasaan.
"Suka atau tidak suka Ibu Megawati juga merupakan tokoh reformasi yang banyak mengalami ketidakadilan pada era reformasi disatu sisi, dalam Pemulilu 99 dia juga menjadi salah tokoh simbol perlawanan terhadap orde baru yang otoriter. Sehingga ketika dia melihat beberapa persitiwa hari ini yang terjadi mengarah ke arah bangkitnya orde baru kemudian dia berbicara lantang, disini nurani aktivisnya bicara," kata Erik Ardiyanto lewat pernyataanya, Rabu (29/11/2023).
Erik menggambarkan ketika terucap dalam pidato Megawati yang mengatakan “harusnya saya tidak bicara seperti ini, saya sudah jengkel” Perkatan ini menjadi titik balik akan perlawanannya dengan kekuasaan. Menurut Erik komunikasi politik berjalan dalam tiga dimensi pertama bersifat linier satu arah seperti halnya dalam pidato, dua arah seperti dalam depat kandidat ataun berjalan dalam siklus politik.
"Komunikasi politik Ibu Megawati ini berjalan dalam siklus politik yang mengharuskan dia harus berbicara di depan publik untuk “Turun Gunug” panggilan hati untuk menjelaskan hal ihwal perisitiwa politik yang sudah terjadi di Indonesia akhir - akhir ini," ucap Erik menjelaskan.
Ditambahkan Erik, dalam segi model komunikasi politik peryataan Megawati juga bisa diartikan sebagai “Political Positioning” yang berbeda dan pengambilan jarak antara dirinya dengan kekuasan. Menurut Erik, Ini bisa mengambarkan perbedaan yang jelas antara calon presiden yang dia dukung dengan calon presiden yang ditengarahi didukung oleh kekuasaan menjadi jelas. Sehingga jalan politik antara dirinya dan kekuasan hari ini berbeda.
"Kondisi ini saya kira bagus untuk masyarakat agar bisa melihat sikap dari kandidat atau elit partai politik pengusung dalam kontestasi sehingga kedepanya bisa di dorong ide politik gagasan. Ini menurut saya yang di butuhkan bukan hanya “political gimmick” semata," tutup pria yang juga pernah aktif di isu tembakau tersebut.