Diduga Ada Permainan "Mafia Tanah" Dalam Kasus Penyerobotan Tanah Nenek Kristin

Diduga Ada Permainan "Mafia Tanah" Dalam Kasus Penyerobotan Tanah Nenek Kristin

Smallest Font
Largest Font

Borneo.news BONTANG - Niat hati untuk mencari keadilan, tapi malah jadi bumerang bagi diri sendiri. Itulah yang terjadi kepada seorang Nenek bernama Kristin (77 tahun) warga Tanah Datar, Kutai Kartanegara, karena tanah miliknya diduga diserobot oleh Muchtar bekerjasama oknum Camat dan prangkat desa setempat.

Pasalnya, Nenek Kristin telah lima tahun terakhir ini mondar mandir ke Pengadilan gegara mempertahankan haknya sebagai pemilik tanah sah berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Nomor: 62/PDT/2021/PT.SMR dan putusannya sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).

Namun, malah sang nenek jadi di pidana, walaupun putusannya hanya percobaan di Pengadilan Negeri Tenggarong. Sedangkan, laporan polisi nenek Kristin di Polsek Muara Badak pada tanggal 25 Maret 2024 terkait perkara penggantian sepanduk hingga kini tidak diproses oleh penyidik Kepolisian.

Menurut Kristin saat dia menjalani proses pidana, dia dijemput paksa oleh Polisi Bontang bernama Misri bersama empat orang rekannya dengan menodongkan senjata laras panjang, bagaikan menangkap seorang teoris.

"Dari Polisi Bontang namanya Misri, saya diancam pakai senjata, lalu dibawa ke Tenggarong. Polisinya ada lima orang pegang senjata semua, saya mau dimasukkan ke penjara, tapi karena berkas tidak cukup akhirnya saya dilepaskan,"ujar Nenek Kristin kepada wartawan pada Minggu (1/9/2024) malam.

Terkait kasus dugaan penyerobotan tanah tersebut, kenapa Polisi bisa begitu agresif terhadap sang nenek. Sedangkan laporan sang nenek Kristin tidak direspon bahkan dipimpong dari Polres Bontang dan Polsek begitu juga sebaliknya.

Padahal, berdasarkan Putusan Pidana No: 341/Pis.B/2022/PN.Trg sangatlah jelas perkara tersebut dipaksakan oleh Muchtar, dengan tujuan untuk memenjarakan Nenek Kristin. Sehingga kuat dugaan telah terjadi "Praktek Mafia Tanah" di Desa Tanah Daftar tersebut.

Dugaan "Mafia Tanah" ini terjadi berdasarkan munculnya surat tanah atas nama Muchtar dan Dewi (Anak Muchtar) yang udah diterbitkan suratnya ditingkat Kecamatan.

Sedangkan berdasarkan surat nomor: B-893/CMB-Pem-593-11-2023 dalam pertemuan yang diiinisiasi Pengan Negeri Tenggarong tanggal 29 November 2023 tentang pembahasan Putusan PT. Nomor: 62/PDT/2021/PT.SMR di Pengadilan Negeri Tenggarong yang di hadiri, Kapolsek Muara Badak, Kepala Desa Tanah Datar, Camat Muara Badak, Koramil Muara Badak, Pihak Muchtar yang dihadiri Dewi, Tini dan Pengacaranya.

Sedangkan dari pihak Nenek Kristin di hadiri oleh Nenek Kristin sendiri dan Dewi yang jelas-jelas dari Ketua Pengadilan Negeri Tenggarong menegaskan dan menjelaskan bahwa Putusan PT Nomor 62 telah Bberkekuatan hukum tetap dan di nyatakan pemilik yang sah adalah Nenek Kristin.

Tapi sayangnya Pengadilan Negeri Tenggarong tidak memberikan notulen dari hasil penjelasan tersebut. Padahal semua orang cakap hukum tahu karena diatur dalam KUHAP bahwasannya berkaitan tentang penjelan hasil musyawarah, putusan yang dari pengadilan sifatnya terbuka untuk umum.

Sehingga menimbulkan pertanyaan ada apa dengan Pengadilan Negeri Tenggarong dengan permasalahan yang di hadapi oleh Nenek Kristin tersebut?

Sedangkan dalam putusan Pidana Nomor. 341 juga ada kejanggalan, sebab dalam pertimbangan putusannya menyebutkan bahwa dalam hal ini yang bertanggung Jawab adalah Hj. Rusmina mantan Camat Muara Badak bersama stafnya Iknasius Patilagan.

Nah, terkait hal ini juga menimbulkan pertanyaan, kenapa sampai saat ini pihak berwajib dalam hal ini penyidik polisi tidak menindaklanjutinya. Ada apa dengan perkara ini, lalu kenapa penyidik Polres tidak mengusut perkara tersebut. Padahal, dalam putusan sudah jelas yang bertanggungjawab adalah Hj. Rusmina dan stafnya.

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Admin Author